keberadaan Tuha Peut merupakan salah satu unsur nyata dalam memberdayakan kearifan yang tidak ada sejak itu dan perlu dikaji sebagai wadah pembangunan masyarakatnya.
Peran tuha peut adalah meningkatkan upaya pelaksanaan syariat Islam dan adat dalam masyarakat. Tuha Peut juga harus memelihara kelestarian adat-istiadat, kebiasaaan-kebiasaan dan budaya setempat yang masih memiliki asas manfaat.
Tugas selanjutnya adalah melaksanakan fungsi legislasi membahas/merumuskan dan memberi persetujuan terhadap penetapan geuchik atas reusam gampông. Tuha Peut juga bertugas melaksanakan fungsi anggaran.
Tuha peut juga melaksanakan fungsi pengawasan terhadap reusam gampông, pelaksanaan APBG, pelaksanaan keputusan dan kebijakan lainnya dari geuchik. Tuha peut berhak menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada pemerintah gampông.
Dan yang terakhir, pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut ditetapkan dengan peraturan tata tertib tuha peut gampông,
keberadaan tuha peut ini sudah ada di Aceh sejak zaman Sultan Iskandar Muda pada abad ke-16. Lembaga tersebut juga telah berfungsi sebagai tata pemerintahan gampông dalam hierarki sosial Aceh.
Dalam sejarahnya, tuha peut merupakan lembaga musyawarah gampông, badan perwakilangampông, dan badan kelengkapan gampông.
Lembaga ini juga merupakan badan resmi yang bermusyawarah untuk menyelesaiakan berbagai permasalahan di gampông, dalam masyarakat, bahkan dalam keluarga atau individu sekalipun.
Dalam masyarakat Aceh juga mempunyai tatanan kehidupan bermasyarakat yang berkultur khas tersendiri dan mempunyai budaya lokal dan bahasa daerah yang berbeda-beda antara Iain, Suku Aceh, Gayo, Alas, Taming, Aneuk Jame, Kluet, Simeulu, dan Singkil. Walaupun dalam suku Aceh mempunyai perbedaan bahasa namun dalam penerapan adatnya tidak berbeda satu sama lain, yaitu bersendikan agama. Dengan motto "Adat ngon hukom lagee zat ngoen sifeut". Adat bermakna menjalankan pemerintahan sedangkan hukom menjalankan syariat Islam. Karna hukom dalam pengertian masyarakat Aceh adalah hukum Islam. Sedangkan Adat bermakna kebudayaan masyarakat (ciptaan masyarakat) untuk menata kehidupan bermasyarakat. Sehingga fungsi masing-masing tidak bertentangan satu sama lain. Sehingga lahirlah pembagian tugas dengan pribahasa Aceh, "Adat bak poe teumeureuhom, Hukom bah Syiah Kuala, Kanun bak Putro Phang, Reusam Bak Lakseumana".
Adat bakpoe teumeureuhom, bermakna pengaturan pemerintahan dipegang oleh Raja. Hukom bak Syiah Kuala, bermakna pelaksanaan keagamaan diserahkan kepada Ulama. Kanun bak Putro Phang,Bermakna untuk mengatur tata krama pergaulan yang dipegang oleh Isteri Raja (Wanita). Reusam Bak Laksemana bermakna untuk mengatur tata mode.
0 comments:
Post a Comment