November 8, 2016

Orang Tua Adalah Teladan Bagi Anaknya

Setiap orang tua diberi tanggung jawab besar, keistimewaan luar biasa, serta anugerah karena menjadi teladan yang menentukan hidup, bahkan mungkin membentuk seseorang yang suatu hari nanti akan menjadi orang tua juga.


Sudah pasti, cara kita menjadi orang tua anak kita adalah satu-satunya faktor terpenting dalam menentukan masa depan mereka. Ingatlah selalu bahwa suatu hari nanti mereka akan bercermin dan menyadari betapa mereka sangat mirip dengan Anda.
Semua orang tua adalah teladan. Satu-satunya pertanyaan adalah, teladan macam apa kita? sebaik apa tugas yang sedang kita lakukan?

Ingat!

  1. Orang tua memasang fondasi kehidupan anak-anak mereka.
  2. Anak-anak anda dipengaruhi oleh seseorang atau sesuatu sepanjang hari setiap hari
  3. Anda adalah teladan untuk anak anda
  4. Semua anak lambat laun akan menyerupai orang tua mereka.
  5. Nilai-nilai anak anda "diajarkan", dan "ditularkan".

Prinsip Penting

Jadilah orang seperti yang Anda inginkan dari anak-anak anda.
Bagaimana Mencapainya
  1. Gandakan jumlah waktu yang anda pakai untuk percakapan penuh arti bersama anak-anak anda.
  2. Pakai waktu (quality time) dengan anak-anak anda dan bicarakan dengan mereka tentang pokok persoalan yang diangkat.
  3. Ingatlah bahwa perbuatan lebih berguna daripada ucapan. 
  4. Carilah dengan sengaja kesempatan untuk mendidik nilai-nilai anda kepada anak anda.

Berikut beberapa tips bagaimana menjadi orang tua teladan bagi anak-anak :

  1. Orang Tua sebagai Teladan Beribadah

Disebut juga spiritual parenting yaitu orang tua yang selalu berusaha melingkupi rumah tangga dengan suasana Illahiyah-menghidupkan lentera islam dalam rumah tangga. Mengerjakan perintah-Nya dengan penuh kehambaan dan berkesinambungan, menjauhi larangan-Nya dengan kesadaran penuh takut dan tunduk, menghidupkan sunnah Rasulullah dalam setiap aktivitas berkehidupan baik di dalam rumah maupun aktivtas di luar rumah. Mengajarkan dan mengajak anak-anak untuk mengamalkan doa-doa amalan harian; seperti doa masuk dan keluar kamar mandi, doa hendak dan bangun tidur, doa akan dan setelah makan, doa bercermin, doa masuk dan keluar rumah, doa berkendaraan, dll.
Apakah kita lebih sering menonton TV dibandingkan membaca Al-Quran atau buku lain yang bermanfaat? Apakah kita lebih sering makan sambil jalan dan berdiri dibandingkan sambil duduk dengan membaca Basmallah? Apakah kita sholat terlambat dengan tergesa-gesa dibandingkan sholat tepat waktu? Apakah bacaan surat kita itu-itu saja?
Tidak peduli benar atau salah, setiap yang lahir dari kebiasaan orang tua menjadi contoh bagi anak-anaknya. Maka, perbanyaklah melakukan kegiatan-kegiatan positif yang dapat membangun kekuatan spiritual anak sebab orang tua adalah ‘model’ bagi anaknya.

  1. Orang Tua sebagai Teladan Intelektual

Meskipun gen kecerdasan diwariskan dari Ibu, tidak menutup keharusan untuk Ayah memiliki kecerdasan intelektual dalam membina rumah tangga harmoni yang dicita-citakan. Senantiasa banyak belajar untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan, bukan untuk konsumsi pribadinya sendiri, tetapi juga menjadi contoh bagi anak-anaknya di rumah bahwa orang tua mereka tidak berhenti belajar meski di usia yang sudah mulai menua.
Selain itu, sebagai muslim kita juga meyakini bahwa Islam adalah agama yang sangat mengutamakan kecerdasan intelektual dengan menyeru kepada ilmu. Dan bukanlah suatu kebetulan jika ayat petama yang diturunkan (QS. Al-‘Alaq ; 1-5) sebagai wahyu kepada Rasulullah saw adalah ayat tentang itu. Ayat ini berbicara tentang pengetahuan dan perangkat-perangkatnya seperti membaca, menulis (qalam), dan belajar.

Dan kita harus yakin bahwasanya orang yang meneliti dan berpengetahuan ikhlas kepada Allah dengan tinta yang dia gunakan untuk menulis itu lebih mulia daripada orang yang syahid di dalam medan peperangan. Hal itu telah dijelaskan dalam hadits Nabi Saw :
“Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu sebagai kerelaan apa yang dia buat dan bagi tinta yang mengalir dari pena ulama lebih baik dari pada darah orang-orang yang syahid di jalan Allah.” 
Dalam hadits lain Rasulullah juga bersabda akan keutamaan menuntut ilmu, “Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu (syar’i), maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga.” (HR. Muslim dari Abi Hurairah)

  1. Orang Tua sebagai Teladan Emosional

Hal yang perlu kita pahami dalam Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient/EQ) ini adalah keseluruhan kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan orang lain serta kemampuan mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosional akan mempengaruhi beberapa hal dalam kehidupan kita, sehingga EQ merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap manusia sebagai makhluk sosial.

Mengingat pentingnya peningkatan kecerdasan emosional ini, maka perlu kiranya dilakukan tindakan pencerdasan se-dini mungkin, oleh orang tua kepada anak maupun orang tua itu sendiri. Dibutuhkannya peran orang tua dalam pembentukan kecerdasan EQ ini pada anak, agar masa depannya lebih terarah dan agar mereka dapat menjadi problem solver baik bagi permasalahannya sendiri maupun terhadap masalah-masalah yang dihadapinya dimanapun mereka berada. Konon, anak yang punya EQ tinggi memiliki kepribadian yang disukai, lebih mudah bergaul dan lebih sehat jasmaninya berkat kemampuannya mengontrol emosi.
Kecerdasan emosional dalam pribadi anak-anak tentu tidak dapat terbentuk dengan sendirinya secara spontanitas, melainkan pelatihan berkepanjangan dimulai dari diri Ayah dan Bunda di rumah sebagai figur yang selalu dicontoh oleh anak, masyarakat lingkungan tempat tinggal dan sekolah.

Beberapa hal yang dapat kita galakkan dalam mendidik kecerdasan emosional pada anak maupun dalam diri orang tua sendiri :
  • "Mengajarkan tata krama dalam keseharian anak, seperti; bersyukur atas setiap apa yang dia miliki dan berterimakasih pada setiap orang yang sudah melakukan kebaikan kepadanya, memaafkan orang lain dengan penuh keikhlasan dan meminta maaf jika bersalah, berlaku jujur dan berani bertanggung-jawab atas setiap perbuatannya yang merugikan orang lain, mengajarkan kepada anak untuk mau peduli atas setiap kesulitan orang lain dan memberikan pertolongan semampunya, serta memberi salam kepada setiap orang yang dijumpai".

  • Membangun dan mengembangkan rasa empati anak kepada siapa saja dan dari kalangan mana saja. Rasa empati ini dapat berlaku bagi siapa saja, baik anak-anak maupun dewasa dan orang tua. Misalnya, ajarkan kepada anak untuk memenuhi hak-hak sesama seperti; menjenguk yang sedang sakit, memenuhi undangan, bermasyarakat dan bersedekah.
  • Hal yang paling penting dalam pedidikan emosional ini adalah menciptakan hubungan yang harmonis dan komunikatif dengan anak, memberi pujian dan reward atas perkembangan-perkembangan positifnya, tidak serta merta menjadikan amarah sebagai transformasi bahasa didikan, karena pendekatan yang paling jitu dalam melangsungkan proses pendidikan karakter anak adalah dengan menyentuh hatinya, agar anak mau selalu terbuka dengan kita atas setiap permasalahan yang menimpa dirinya ataupun permasalahan yang ia temui di luar rumah untuk diambil hikmahnya dan agar mereka tidak mencari tempat-tempat atau melakukan perbuatan-perbuatan tercela untuk mengekspresikan gejolak emosionalnya sebagai wujud pelampiasan dan kepuasan.






0 comments:

Post a Comment

 
close