Salah satu kebiasaan buruk mereka yang menjadi sosialita adalah menyebarkan informasi tanpa verifikasi. Gosip dan isu pun mudah menyebar, menimbulkan skandal yang merusak nama baik orang lain dan menimbulkan kabut prasangka di tengah masyarakat.
Rasulullah mengajarkan, bahwa kemampuan memilah info adalah kriteria utama kejujuran. Kata beliau, “Cukuplah seseorang disebut pendusta jika ia menyampaikan apapun yang ia dengar” (HR Muslim). Jadi, tak harus menyengaja berdusta, orang dianggap berdusta jika ia mudah menyebarkan berita yang didengar tanpa memilah dan memeriksa dahulu faktanya.
Prakteknya hari ini, melalui media sosial, orang mudah sekali berbagi info dan berita yang belum jelas kebenarannya. Tak peduli benar atau dusta, orang cenderung mudah menyebarkannya. Jadilah grup-grup media sosial menjadi ajang menyebarkan informasi yang tak terverifikasi.
Hati-hati terhadap tombol share... periksa dan verifikasi dulu kebenaran beritanya. |
Efek buruk ini menjadi berlipat ganda jika sosialita yang menyebarkan info itu adalah seorang ustadz atau dai. Jenis manusia yang selama ini dipercaya oleh masyarakat. Ustadz dan dai dianggap terpercaya karena mereka biasanya menghindari dusta.
Namun terkadang, di dunia media sosial yang interaksinya tak langsung berhadapan muka, para ustadz dan dai pun mudah tergelincir. Mereka membagikan info yang belum jelas sumber dan faktanya. Mereka berpikir, “Saya cuma men-share info saja. Nanti orang lain pasti tak langsung percaya dan tabayyun dulu.”
Ia lupa bahwa kebanyakan orang yang awam mencukupkan diri dengan “kata Ustadz Fulan.” Mereka malas, atau tak mampu, menggali dan memverifikasi info dan ilmu sesuai kaidah syar’i. Maka info yang belum jelas pun menyebar luas, dan celakanya, diberi embel-embel “dari Ustadz Fulan.”
Isu itu pun menguat berlipat ganda. Bahkan orang yang kritis pun bisa tertipu olehnya karena sanadnya dikuatkan oleh seorang ustadz. Mungkin baiki hasilnya kalau isinya benar, tetapi celaka akibatnya jika ternyata isinya hoax alias tipuan.
Kembali pada kaidah hadits Nabi bahwa “menyebar info sembarangan adalah sifat pendusta,” hal itu hari ini sangat mudah dilakukan. Cukup sekali pencet keypad atau layar sentuh, ting!, berita langsung menyebar. Mudah sekali berbagi informasi dengan teknologi media sosial hari ini.
Artinya, mudah sekali menebar kabaikan namun juga sangat mudah menyebarkan kedustaan. Semakin murahnya ponsel pintar membuat gelar pendusta mudah disematkan pada mereka yang suka berbagi informasi apapun yang mereka dapatkan. Padahal ada kewajiban memastikan kebenarannya atau memperjelas sumbernya sebelum menyebarkan berita.
Dahulu ada istilah “mulutmu harimaumu,” lisan yang tak dijaga bisa mencelakakan pemiliknya seperti harimau yang memakan pawangnya. Kini tak harus pakai mulut, sentuhan jari pun bisa berefek sama, bahkan lebih dahsyat. Tak berlebihan jika hari ini dikatakan “jarimu monstermu.”
Berpikirlah dahulu sebelum mengetuk tombol share di ponsel kita. Jangan sampai ketukan jari kita menjadikan kita pendusta di mata Rasulullah. Kritisi dahulu, pastikan kebenarannya sebelum disebarkan. Jangan tergoda menjadi yang “terdepan mengabarkan” namun justru mengaburkan kebenaran. Jangan tergiur dengan embel-embel “raih amal saleh dengan menyebarkannya” sebelum tahu valid tidaknya konten tersebut.
waspada akan berita bohong (hoax). |
0 comments:
Post a Comment